Berpacaran
Pacaran adalah sebuah keindahan
Teleponan sama pacar adalah sebuah keindahan
keindahan adalah segalanya dalam pacaran
Semuanya dianggap indah, tapi
Keindahan semu
Keindahan seperti fatamorgana yang banyak tertipu karena keindahannya...
Sampai timbul kata 'Putus' dalam pacaran yang merupakan akhir dari segalanya
Akhir dari segala yang indah
'Putus' . . . kata sakral dalam pacaran
'Putus' . . . merupakan kata perpecahan dalam pacaran
'Putus' . . . kata yang paling ditakuti oleh semua orang yang berpacaran
'Putus' . . . sebuah kata yang bisa merubah keindahan menjadi kekacauan, kegelisahan, kesengsaraan bahkan dendam
'Putus' . . . 5 huruf pemutus hubungan antara dua sejoli yang pernah merasakan keindahan yang namanya pacaran
'Putus' . . . 5 huruf perubah kesetiaan menjadi kesetanan, perubah semangat menjadi keputusasaan, perubah kejujuran menjadi kemunafikan, perubah kepercayaan menjadi penghianatan
kenapa ini bisa terjadi dalama pacaran, itu karena seperti yang dikatakan Burhan Shodiq dalam bukunya ijinkan aku menikah tanpa pacaran bahwa. . .
'Pacaran bukan lah sebuah status melainkan sebuah proses'
Selamat Anwar Sadat, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Mataram
Rabu, 25 Juli 2012
Rabu, 18 Juli 2012
Makalah Akhlak Tasawuf : Kontribusi Akhlak Tasawuf Bagi Pendidikan Islam
MAKALAH
AKHLAK TASAWUF
KONTRIBUSI AKHLAK TASAWUF BAGI PENDIDIKAN
ISLAM
DISUSUN OLEH
NAMA: SELAMAT ANWAR SADAT
KELAS: II A
NIM: 15.1.11.1.024
DOSEN PENGAMPU: LESTARI, S.Fil. MA
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2012
LATAR BELAKANG
Akhlak
tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang
kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis
akhlak tasawuf tampil mengawali dan
memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah
berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad Saw. adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal
ini dinyatakan oleh Allah di dalam al-qur’an.
Khazanah
pemikiran dan pandangan di bidang Akhlak dan Tasawuf itu kemudian menemukan
momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh
munculnya sejumlah besar ulama tasawuf dan ulama di bidang Akhlak. Mereka
tampil pada mulanya untuk memberi koreksi pada perjalanan umat saat itu yang
sudah mulai miring kearah yang salah. Mereka mencoba meluruskan, dan ternyata
upaya mereka disambut positif karena dirasakan manfaatnya. Untuk melestarikan
pemikiran dan pendapatnya itu mereka menulis sejumlah buku yang secara khusus
membahas masalah Akhlak Tasawuf. Kitab Tahzib Al-Akhlaq karangan Ibn Miskawaih,
Ihya’ Ulum Al-Din karangan Imam Al-Gazali, dan belakangan muncul kitab
Al-Akhlak karangan Ahmad Amin, dan Khuluq Al-Muslim, karangan Al-Ghazali adalah
merupakan bukti kepedulian para ulama terhadap bidang akhlak tasawuf.
Karya-karya
mereka itu kemudian mendorong para orientalis untuk meneliti dan menganalisis
berbagai pemikiran Akhlak Tasawuf tersebut, dan ini pada perkembangan
selanjutnya membuka kearah munculnya studi Ilmu Akhlak Tasawuf. Sebelum itu
hasil penelitian para ulama islam terhadap al-qur’an dan al-hadis menunjukkan,
bahwa hakikat agama islam itu adalah akhlak.
Perhatian
terhadap pentingnya Akhlak Tasawuf kini muncul kembali, yaitu di saat manusia
di zaman modern ini di hadapkan pada masalah moral dan akhlak yang cukup
serius, yang kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan bangsa yang
bersangkutan. Praktek hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan
dengan mengambil bentuk perbuatan sadis dan merugikan orang lain kian tumbuh
subur di wilayah yang tak berakhlak dan tak bertasawuf. Korupsi, kolusi,
penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan perampasan hak-hak asasi
manusia pada umumnya terlalu banyak yang dapat dilihat dan disaksikan. Cara
mengatasinya bukan hanya dngan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi
harus dibarengi dengan penanganan di bidang mental spiritual dan akhlak yang
mulia.
Sejalan
dengan itu munculnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
modern disamping menawarkan berbagai kemudahan dan kenyamanan hidup, juga
membuka peluang untuk melakukan kejahatan lebih canggih lagi, jika ilmu
pengetahuan dan teknologi itu disalahgunakan. Kemampuan teknologi dibidang
rekayasa genetika misalnya, telah membuka peluang manusia memproduk manusia
untuk di perjual belikan seperti halnya binatang atau buah-buahan. Demikian
pula kemajuan dibidang telekomunikasi disamping memberi kemudahan juga dapat
disalahgunakan untuk mendukung kegiatan atau jaringan kejahatan dan sebagainya.
Orang mengharapkan agar iptek bermanfaat bagi manusia, dan caranya antara lain
melalui pengembangan iptek yang berwawasan moral.
Bersamaan
dengan itu perkembangan teknologi di bidang alat-alat anti hamil, makanan,
minuman dan obat-obatan telah membuka peluang terciptanya kesempatan untuk
membuat produk alat-alat, makanan, minuman, dan obat-obatan terlarang yang
menghancurkan masa depan generasi muda. Tempat-tempat beredarnya obat-obat
terlarang semakin canggih. Demikian juga sarana yang membawa orang lupa pada
Tuhan, dan cenderung maksiat terbuka lebar di mana-mana. Semua ini semakin
menambah beban tugas Akhlak Tasawuf.
Tasawuf
yang oleh sebagian orang dianggap mengandung unsur penyimpangan dari syari’at
islam dan di daulat sebagai biang keladi pembawa kemunduran pendidikan islam
ternyata tidak dapat di buktikan. Ajaran tasawuf dapat di lacak dasar-dasarnya
secara jelas dalam Al-qur’an dan al-sunnah dan sebagian besar para ulama telah
membuktikan dengan jelas.
Melihat
demikian pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan dan pendidikan bahkan bagi kemajuan
peradaban islam, maka kita sangat perlu mempelajari akhlak tasawuf sebagai
pertahanan untuk menghadapi kehidupan yang semakin memanjakan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin canggih dan juga tidak langsung
memvonis bahwa penyebab kemunduran pendidikan islam adalah karena tasawuf tanpa
melihat atau meneliti kembali apakah tasawuf itu benar-benar tidak punya
kontribusi bagi kemajuan peradaban islam dan supaya kita sebagai umat islam
tidak terkesan hanya mencari cacat-cacat dari tasawuf itu sendiri tanpa mencari
kelebihan-kelebihan dan kontribusinya bagi kemajuan peradaban islam.
PEMBAHASAN
1. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM
Aktivitas pendidikan islam timbul sejak adanya
manusia itu sendiri (Nabi Adam dan Hawa), bahkan ayat pertama kali diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. adalah bukan perintah tentang shalat, puasa, dan
lainnya, tetapi justru perintah iqra’ (membaca, merenungkan, menelaah,
meneliti, atau mengkaji) atau perintah untuk mencerdaskan kehidupan manusia
yang merupakan inti dari aktifitas pendidikan. Dari situlah manusia memikirkan,
menelaah dan meneliti bagaimana pelaksanaan pendidikan itu, sehingga munculah pemikiran dan teori-teori pendidikan
islam. Karena itu, Ubud (1977) menyatakan bahwa tidak mungkin ada kegiatan
pendidikan islam dan sistem pengajaran islam, tanpa adanya teori-teori ilmu dan
filsafat pendidikan islam. Pandangan tersebut di perkuat oleh Langgulung
(1988).[1]
Dalam catatan sejarah, eksistensi pendidikan islam
telah ada sejak islam pertama kali diturunkan. Ketika Rasulullah Saw. mendapat
perintah Allah Swt. Untuk menyebarluaskan ajaran islam, maka apa yang
dilakukannya, jelas masuk dalam kategori pendidikan. Bagi umat islam,
Rasulullah adalah guru agung. Kepribadiannya merupakan perwujudan ideal islam
tentang seorang guru dan pendidik. Dalam al-qur’an, ayat yang pertama
diturunkan berhubungan langsung dengan pendidikan. Perintah membaca (iqra)
sebagimana wahyu pertama surah Al-Alaq, jelas mengandung nilai filosofi yang
menjadi dasar bagi kegiatan pendidikan. Hal tersebut berarti menunjukkan
penekanan dan pandangan Al-qur’an terhadap pentingnya ilmu pengetahuan.[2]
Ketika di Mekah, proses pendidikan islam dilakukan
Nabi dan para pengikutnya di Darul Arqam,
sebagai pusat pendidikan dan dakwah. Di Madinah, setelah Rasulullah
hijrah, beliau membangun masjid yang tidak saja berfungsi sebagai tempat
ibadah, tetapi juga sebagai tempat pendidikan. Di masjid ini pula terdapat apa
yang disebut shuffah yang berfungsi sebagi tempat pendidikan, sekaligus tempat
tinggal bagi orang yang tidak memiliki rumah, pendatang baru atau orang yang
datang kesana khusus untuk menuntut ilmu. Keberadaan shuffah sebagai sarana
pendidikan dan dakwah sangat terasa penting. Kebijakan lain yang dilakukan nabi
dalam memajukan pendidikan umat islam adalah melalui pemanfaatan tawanan perang
badar. Sejumlah tawanan yang dapat menulis dan membaca di lepaskan setelah
masing-masing mengajari sepuluh anak muslim untuk menulis dan membaca.[3]
Pada era ini, umat islam juga sudah mengenal lembaga
kuttab yang berfungsi sebagi tempat pengajaran pokok-pokok agama dan tulis
baca. Pendekatan yang dilakukan Rasulullah kemudian diikuti oleh para khalifah
sesudahnya, memperhatikan perkembangan pendidikan bagi umat islam. Semenjak
wafatnya Rasulullah, selain ayat dalam Al-qur’an, hadis pun mendapat perhatian
yang serius dalam pendidikan islam. Di dorong dengan semakin kompleksnya
tuntutan kehidupan umat islam maka ruang lingkup pendidikan islam berkembang
pesat, yakni dengan tumbuhnya berbagai disiplin ilmu seputar kajian ajaran
agama islam.[4]
Tidak sampai di sini, pendidikan islam terus berlanjut sampai Dinasti Umayyah
dan Abbasyiah. Dimana pada Dinasti Umayyah disebut sebagai periode pertumbuhan
pendidikan islam yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliyah serta
benih-benih kemajuan pendidikan islam sudah mulai terlihat, dan mencapai puncak
kejayaan (keemasan) pada Dinasti Abbasyiah yang diwarnai dengan berkembangnya
ilmu-ilmu akliah dan timbulnya madrasah-madrasah, serta memuncaknya
perkembangan kebudayaan islam.[5]
1) Mengembangkan
pengetahuan teoritis, praktis, dan fungsional bagi peserta didik
2) Menumbuh
kembangkan kreativitas, potensi-potensi atau fitrah peserta didik
3) Meningkatkan
kualitas akhlak dan kepribadian atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan
nilai ilahi
4) Menyiapkan
tenaga kerja yang produktif
5) Membangun
peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai islam) dimasa depan.
6) Mewariskan
nilai-nilai ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik
Pendidikan
memiliki fungsi yang sangat menentukan bagi manusia dalam melaksanakan
tugas-tugas kehambaannya. Makna terpenting pendidikan bagi manusia dalam
menegakkan fungsi kehambaan ini adalah bahwa pendidikan harus mampu mmemberikan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia untuk melaksanakan
fungsi kehambaan dan kekhalifahannya dengan sempurna. Pendidikanlah yang mampu
memberikan manusia makna kehidupan. Tinggi rendahnya kualitas pendidian yang
dimiliki seorang manusia, akan berpengaruh signifikan dalam melaksanakan tugas
kehambaan dan kekhalifahannya. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan
dalam maknanya yang formal, akan tetapi pendidikan dalam arti yang
seluas-luasnya. Pendidikan formal, apapun bentuk dan tingkatannya bukanlah
variabel satu-satunya untuk mengukur kualitas kemanusiaan manusia. [7]
Indikator manusia terdidik menurut
al-qur’an diukur pada kualitas iman dan ilmu, sebagaimana difirmankan Allah Swt. Sebagai berikut :
Artinya
: Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu pengetahuan diantara kamu
beberapa derajat.[8]
Fungsi
pendidikan yang paling substansial bagi manusia adalah mewujudkan manusia
menjadi pribadi-pribadi yang bermakna, yakni pribadi yang memiliki potensi dan
mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menangkap dan memberi makna
kehidupan. [9]
Al-Abrasyi (1969 : 71) dalam
kajiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan lima tujuan umum
pendidikan islam, yaitu :
1) Untuk mengadakan
pembentukan akhlak yang mulia
2) Persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat karena pendidikan islam bukan hanya
menitikberatkan pada keagamaan saja atau pada keduniaan saja tetapi pada
keduanya.
3) Persiapan
untuk mencapai rizki dan pemeliharaan segi manfaat atau lebih terkenal sekarang
ini dengan nama tujuan-tujuan vokasional dan professional
4) Menumbuhkan
semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keinginan tahu (curiosity) dan
memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri
5) Menyiapkan
pelajar dari segi professional, teknikal dan pertukaran supaya dapat menguasai
profesi tertentu dan keterampilan pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari
rizki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
4. KEBUTUHAN
MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN SARJANA BARAT
Para tokoh pendidikan di dunia barat
telah melakukan perdebatan panjang seputar persoalan pendidikan , yaitu apakah
pendidikan itu di butuhkan atau tidak di butuhkan oleh manusia dalam
kehidupannya sehingga melahirkan beragam aliran dalam pendidikan, seperti
empirisme, nativisme, naturalisme dan konvergensi.
Empirisme
dipelopori oleh Jhon Lock (1632-1740) dengan teori “Tabularasa”. Paham
empirisme berkembang luas di dunia barat terutama di Amerika Serikat. Dalam
perkembangannya, paham ini menjelma dalam aliran behaviorisme, yang dipelopori
oleh William James dan Lange. Teori ini berpendapat bahwa manusia dilahirkan
dengan jiwa yang kosong.
Manusia
dilahirkan tanpa potensi dasar apapun sehingga jiwanya diibaratkan seperti meja
lilin atau kertas putih yang bersih tanpa noda. Pendidikanlah yang sangat
berperan dalam membentuk dan mewarnai
jiwa manusia. Apabila manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya menerima
pendidikan yang baik, maka ia akan tumbuh menjadi manusia yang bermutu.
Sebaliknya, apabila dalam pertumbuhannya ia menerima pendidikan-pendidikan yang buruk, maka ia akan
tumbuh menjadi manusia yang buruk.
Nativisme
dipelopori oleh Schopenhauer berkebangsaan jerman (1788-1880). Paham ini
merupakan antitesa terhadap paham sebelumnya (empirisme). Paham ini berpendapat
bahwa setiap anak manusia dilahirkan, sudah membawa potensi-potensi tertentu
yang berupa bakat, minat, serta kecenderungan-kecenderungan tertentu yang
bersifat hereditas (keturunan). Potensi
dan kecenderungan-kecenderungan tersebut merupakan faktor determinan yang
menenetukan baik dan buruk nya perkkembangan dan pertumbuhan anak manusia dalam
kehidupannya. Bila potensi dan kecenderungannya yang dibawanya sejak lahir
baik, maka ia akan tumbuh menjadi manusia yang baik. Sebaliknya, bila potensi
dan kecenderungan yang dibawanya buruk, maka ia akan tumbuh menjadi manusia
yang buruk.
Paham
naturalisme dipelopori oleh filosof Perancis, JJ. Rousseu (1712-1778). Paham
ini berpendapat bahwa setiap manusia yang lahir sudah memiliki
pembawaan-pembawaan yang bersifat alamiah. Manusia dilahirkan dengan kemampuan
pembawaan yang cenderung kearah yang baik, tidak ada unsur-unsur pembawaan yang
cenderung ke arah yang buruk atau jahat. Pertumbuhan dan perkembangan manusia
akan mengalami kerusakan jika dicampuri oleh penagruh faktor lingkungan atau
pendidikan.
Konvergensi
dipelopori oleh William Stern (1871-1939) dan berkembang Eropa Daratan
(jerman). Paham ini berpendapat bahwa baik buruknya pertumbuhan dan
perkembangan manusia dipengaruhi secara simultan oleh dua faktor utama, yaitu
faktor internal yang terdapat dalam dirinya berupa bakat, minat, dan
unsur-unsur hereditas yang diturunkan oleh orang tua serta faktor-faktor
eksternal berupa pengalaman, pendidikan dan lingkungan sekitar.
5.
SEKILAS TENTANG AKHLAK
TASAWUF
Akhlak merupakan hiasan diri yang
membawa keuntungan bagi yang mengerjakannya. Ia akan disukai Allah dan disukai
umat manusia dan makhluk lainnya. Di dalamnya ternyata memberikan bimbingan
yang optimal yang secara batiniah dapat mengintegrasikan jiwa manusia.[15]
Akhlak yang ditawarkan islam
berdasarkan nilai-nilai mutlak yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadis.
Namun dalam pelaksanaannya akhlak dalam islam itu memerlukan penjabaran dan
pengembangan yang dihasilkan akal manusia melalui usaha ijtihad. Pemikiran dalam
bentuk konsep etika, moral dan susila dapat digunakan untuk menjabarkan
berbagai ketentuan akhlak yang bersifat mutlak, universal dan general yang ada
dalam al-qur’an dan hadis. [16]
Dalam kitab Adab al-Dunya wa al-Din,
Al-Mawardi mengatakan bahwa agama tanpa Akhlak tasawuf tidak akan hidup, bahkan
akan kering dan layu. Ia juga mengatakan bahwa seluruh ajaran Al-qur’an dan
al-hadis pada ujungnya menghendaki perbaikan akhlak dan mental spiritual.[17]
Melalui bimbingan akhlak yang baik
dengan orang tua sebagai pemeran utamanya, manusia akan dapat di hantarkan pada
tingkah laku yang mulia. Akhlak islam telah memberi petunjuk yang jelas tentang
bagaimana cara orang tua membina putera-puterinya menjadi baik, namun hal ini
kurang dapat di laksanakan secara konsisiten dan kontinu.[18]
Dalam pada itu, tasawuf yang di
bangun oleh para ulama sufi juga mengandung nilai-nilai luhur yang berhubungan
erat dengan pembinaan akhlak yang mulia. Untuk itulah, tidaklah salah jika
antara akhlak dan tasawuf di sandingkan secara berdampingan untuk bahu membahu
membimbing manusia kepada kehidupan yang ideal sebagaimana terlihat dalam
konsep insan kamil dalam pembahasan akhlak tasawuf.[19]
Tasawuf yang oleh sebagian orang
dianggap mengandung unsur penyimpangan dari syari’at islam dan di daulat
sebagai biang keladi pembawa kemunduran pendidikan islam ternyata tidak dapat
di buktikan. Ajaran tasawuf dapat di lacak dasar-dasarnya secara jelas dalam
Al-qur’an dan al-sunnah dan sebagian besar para ulama telah membuktikan dengan
jelas.[20]
Sebagai sebuah ilmu hasil ijtihad
manusia, Akhlak Tasawuf sama dengan ilmu lainnya. Di sana ada kekurangan,
kelemahan, dan keganjilan, dan di sana pula ada kelebihan, kekuatan dan
keistimewaan. Kiranya cara yang bijaksana yang perlu kita tempuh adalah apabila
kita mengambil kelebihan, dan meluruskan paham-paham yang kurang proporsional.
Sikap yang adil ini tampaknya belum banyak berkembang dikalangan masyarakat.[21]
6.
KONTRIBUSI
AKHLAK TASAWUF BAGI PENDIDIKAN ISLAM
Apabila
islam di pandang sebgai agama tauhid yang memadukan aspek esoterik dan aspek
eksoterik, maka tasawuf sebagai bagian dari peradaban islam lebih menekankan
aspek esoteriknya. Tasawuf, bagaikan jantung manusia, adalah sumber kehidupan
batiniah dan pusat yang mengatur keseluruhan organisme keagamaan islam. Jika
islam di ibaratkan sebagai tubuh, maka tasawuf adalah jantungnya. Itulah
mengapa para pembela tasawuf mengatakan bahwa tasawuf adalah “jantung risalah
Islam” atau “jantung Islam”.[22]
Sebagai sebuah disiplin keilmuan
islam tradisional, tasawuf baru muncul pada abad II H/XIII M, atau paling tidak
dalam bentuk lebih jelas pada abad III H/X M. Namun, sebagai pengalaman
spiritual, tasawuf telah ada sejak adanya manusia. Usianya setua usia
kebangkitan kesadaran manusia. Semua rasul, nabi, wali adalah sufi, yang tidak
lain dari manusia sempurna (insan kamil). Nabi Muhammad adalah sufi
terbesar karena beliau adalah manusia sempurna yang paling sempurna. Tasawuf
bersumber dari al-qur’an dan al-sunnah. Tasawuf tidak dapat dipisahkan dari
islam karena tasawuf adalah jantung islam.[23]
Tasawuf sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari peradaban islam patut mendapat apresiasi karena ia telah
memberikan sumbangan besar bagi peradaban islam. Namun demikian, tasawuf tidak bisa lepas dari
kritik karena ia telah menderita cacat-cacat yang membuat citra dirinya buruk
yang merugikan peradaban islam.
Menurut
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer (Guru Besar Tasawuf Syarif Hidayatullah Jakarta)
bahwa apresiasi pantas di berikan terhadap tasawuf karena
sumbangan-sumbangannya yang dapat bernilai bagi pengembangan peradaban islam.
Sumbangan itu dapat dilihat dalam berbagai bidang seperti filsafat, sastra,
musik, tarian, psikologi dan sains modern.[24]
Tasawuf memiliki sumbangan yang besar dalam pengembangan
filsafat islam, khususnya metafisika, yang mencakup konsep-konsep ontologis,
teologis, kosmologis, dan antropologis. Konsep filosofi kunci sufi yang besar
sumbangannya bagi metafisika adalah Wahdatul Wujud (kesatuan wujud).
Wahdatul wujud adalah doktrin bahwa tidak ada sesuatu pun dalam wujud
kecuali Tuhan; hanya ada Satu Wujud Hakiki, yaitu Tuhan, yang oleh Ibn ‘Arabi sering
disebut al-Haqq. Segala sesuatu selain Tuhan tidak ada pada dirinya
sendiri; ia hanya ada sejauh memanifestasikan Wujud Tuhan. Alam adalah lokus
penampakan diri Tuhan. Manusia sempurna (al-insan al-kamil) adalah
mikrokosmos, yang merupakan lokus penampakan diri Tuhan yang paling sempurna.
Di dalam sistem Ibn ‘Arabi penampakan diri (tajalli) Tuhan merupakan
salah satu ajaran sentral. Alam tidak mempunyai wujud sendiri kecuali wujud
pinjaman, wujud yang berasal, “melimpah” atau “memancar”, dari Tuhan.
Al-Haqq (Tuhan) dan al-khalq (alam) adalah satu tetapi bukan satu,
identik tetapi bukan identik. Doktrin Wahdatul Wujud tidak hanya sisi tasybih
(similarity, keserupaan), tetapi juga sisi tanzib (incomparability,
ketidak-dapat-dibandingkan).
Sumbangan tasawuf bagi pengembangan metafisika islam
dapat ditemukan pada tasawuf mazhab wahdatul wujud yang dianggap didirikan oleh
Ibn ‘Arabi. Sekalipun Ibn ‘Arabi adalah seorang sunni, pandangan-pandangan
mistis-filosofisnya telah membuatnya lebih dekat kepada syi’ah. Secara formal
ia tidak pernah beralih kepada syi’ah, tetapi pandangan-pandangannya itu
diadopsi oleh banyak ulama Syi’i. Bahkan sampai hari ini, metafisika Ibn ‘Arabi
bersama dengan metafisika Suhrawardi, guru Iluminasi (syaikh al-isyrak), membentuk
dasar pandangan dunia filsafat gnostik para intelektual Muslim Iran. Misalnya,
sumbangan metafisika Ibn ‘Arabi dapat ditemukan pada penagruhnya terhadap Mulla
Sadra, filsuf terbesar Syi’i.
Di antara para ulama islam, para sufi adalah kelompok
yang paling menghargai dan paling besar perahtiannya terhadap seni dan sastra.
Cinta, penghargaan, dan perhatian para sufi terhadap seni dan sastra telah mendorong
merekamenciptakan karya-karya seni dan sastra yang tidak ternilai harganya.
Kreativitas mereka ini telah menempatkan tasawuf sebagai unsur yang memperkaya
peradaban islam dalam bidang seni dan sastra. Dalam bidang sastra yang
dikembangkan para sastrawan sufi, khususnya para penyair sufi, sebagai ekspresi
pengalaman spiritual dan sekaligus sebagai media untuk menyampaikan pesan moral
sufi, syair adalah bentuk yang lebih menonjol dan karena itu lebuh terkenal
daripada prosa.
Syair sufi telah diubah dalam berbagai bahasa. Pada
mulanya, pada abad IX M bahasa arab telah digunakan sebagi media untuk
menyampaikan ekspresi mistis dalam syair, yang diikuti oleh bahasa Persia sejak
abad Xi M. Kemudian para sufi mulai menggubah syair dalam bahasa Turki India
kuno pada abad XIII M. Begitu juga bahasa-bahasa di Afrika dan Asia digunakan
oleh para sufi sebagai media untuk
mengarang syair secara terus-menerus hingga saat ini.
Rabi’ah al-Adawiyah adalah sufi perempuan yang menuangkan
rasa cintanya yang begitu bergelora kepada Tuhan sebagi satu-satunya Kekasih.
Bait-bait syairnya sering dikutip oleh para pengagumnya sanpai hari ini.
Diantara bait-bait itu adalah sebagai berikut :
Ya Allah, jika aku
menyembah-Mu,
Karena
takut pada neraka, bakarlah aku didalamnya
Dan
jika aku menyembah-Mu,
Karena
mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi,
jika aku menyembah-Mu,
Demi Engkau semata,
janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
Yang
abadi padaku.
Rabi’ah tidak hanya unggul dalam
syair, tetapi juga dalam do’a-do’a prosadik. Karena penyesalnnya akan kehidupan
sebelumnya yang penuh dosa, ia tetap terbakar dalam api Cinta Ilahi hingga
kematiannya pada usia 87 tahun.
Syair-syair al-Hallaj yang cerdas
dan penuh gairah terkenal karena daya pesonanya yang kuat. Beberapa syairnya
memaknai cinta sebagai penyatuan diri dengan Tuhan, seperti ucapannya :
Aku adalah Dia yang kucintai,
dan Dia yang kucintai adalah Aku,
kami adalah dua roh yang bertempat
dalam satu tubuh
jika engkau melihat aku, engkau
melihat-Nya,
jika engkau melihat-Nya, engkau
melihat kami
Sebagian
besar karya al-Hallaj telah hilang, kecuali Diwan dan kitab
al-Thawasin yang tetap bertahan sebagai kesaksian atas keterampilan
puitisnya yang luar biasa.
Bagimanapun,
nama Jalaludin Rumi tidak boleh dilupakan karena ia adalah penyair sufi Persia
terbesar. Ia adalah penulis korpus syair lirik terbesar dalam sastra Persia, Diwan-i
Syams-i Tabriz dan epik mistis, Matsnawi. Karya Rumi yang paling
terkenal, Matsnawi , yang disebut oleh Jami sebagai “al-Qur’an dalam
bahasa Persia”, telah menginspirasi nbanyak karya salam bahasa-bahasaTurki
sampai Shindi, bahkan seluruh sekolah-sekolah musik menyanyikan bait-baitnya
yang menghipnotis. Reynold A. Nicholson, yang menghabiskan seluruh hidupnya
untuk menerjemahkan seluruh karya Rumi dalam bahasa Inggris, menyebut Rumi
adalah penyair sufi terbesr yang pernah hidup.
Bait-bait awal pembukaan untuk
Matsnawi mengungkapkan tema karya terbesarnya itu dalam bahasa simbolik.
Dengarlah nyanyi Seruling Bambu
Mendesah selalu, sejuk direnggut
Dari rumpunnya yang dulu, alunan
Lagu pedih dan cinta membara.
“Rahasia nyanyianku, meski dekat,
Tak seorang pun bisa mendengar dan
melihat
Oh, andai ada teman tahu isyarat
Mendekap segenap jiwanya dengan jiwaku !
Ini nyala Cinta yang membakarku,
Ini anggur Cinta mengilhamiku.
Sudilah pahami betapa para pecinta
terluka,
Dengar, dengarkanlah rintihan seruling!”
“Nyanyian” seruling yang berasal
dari peraduannya adalah kerinduan jiwa manusia yang terpisah dari sumbernya.
Bait-bait ini membimbing jiwa untuk kembali ke Tempat Asal, tempat yang selalu
ia rindukan dan kepadanyalah pada akhirnya ia akan kembali. Nada seruling yang
juga menjadi ciri khas musik tarekat Maulawiyah memunculkan kenangan akan
kampung halaman asal, sebuah kenangan paling dalam yang dirasakan oleh orang-orang
yang didorong oleh daya tarik surga dalam kehidupan ini dan orang-rang yang
tetap mendapat bimbingan utama Rumi.
Sumbangan lain tasawuf bagi peradaban islam adalah musik
dan tarian. Konser musik spiritual yang disertai pembacaan syair, pujian atau
doa disebut Sama’ (yang secara harfiah berarti “pendengaran”). Pada
akhir abad IX M, Sama’ telah menjadi praktek yang dilakukan leh sebagian
para sufi, dan secara tipikal disertai oleh tarian. Sebagian besar ahli fiqih
dan sebagaian para sufi memandang musik dan tarian sebagai praktik yang
diharamkan leh hukum syari’at. Sebaliknya, para sufi yang mempraktikkan Sama’
memberikan berbagai argumen syari’at untuk membuktikan keabsahannya. Tetapi
alasan dasar keabsahan praktik Sama’ bagi para sufi adalah “membangkitkan zikir
kepada Allah dalam hati”. Ada sesuatu dalam musik, menuntut mereka, yang bisa
membawa manusia kedalam alam yang tidak dapat dilihat, kepada asal mereka
sendiri dalam “ketiadaan”, kedalam alam tempat Allah masih mengatakan kata
azali-Nya kepada mereka.
Tujuan Sama’ adalah memperkuat zikir kepada Allah dan
mengbarkan nyala api yang membakar habis segala sesuatu kecuali Sang Kekasih.
Bagi anggota perkumpulan Sama’ musik adalah bahasa rahasia tanda-tanda Tuhan
bersinar yang dapat didengar. Ketika mendengar bahasa rahasia itu, jiwa manusia
mengingat tempat kediaman asalnya pada
hari Alastu ketika kedekatan kepada Tuhan adalah rumah alaminya, jiwa mengingat
Perjanjian Alastu ketika Tuhan mengadakan perjanjian dengan Adam dan
keturunannya, dengan mengatakan, “Bukanlah Aku (Alastu) Tuhanmu?,” yang dijawab
leh mereka dengan jawaban, “Ya! Kami bersaksi.” Musik bagi para sufi bukanlah
tujuan, tetapi adalah cara membangkitkan gairah kalbu untuk mengingat Tuhan.
Di banyak wilayah dunia islam para sufi mengembangkan
musik dengan warna masing-masing yang berbeda, yang dipengaruhi oleh warna
masing-masing musik dari berbagi wilayah dan lokal. Jean-Louis michon, seorang
sarjana Perancis yang memiliki keahlian tentang Islam di Afrika Utara, seni
Islam, dan Tasawuf, mengungkapkan bahwa di Turki, misalnya, musik spiritual
dari jenis musik klasik mewarisi tidak hanya mode-mode melodi Arab, Byzantium,
dan Persia, tetapi juga mengambil suara-suara dan ritme-ritme yang berasal dari
padang-padang rumput Asia dan berabad-abad banyak menyerap hal-hal yang
berhubungan dengan dunia mistikal.
Di India bagian utara, unsur Hindu dan unsur islam telah
menjadi satu sintesis penting dalam seni musik yang di mulai sejak perkembangan
Islam di India pada abad XII dan XIII M. Tradisi musik sufi India dan Pakistan
yang paling penting terkenal adalah musik tarekat Chistiyah. Musik tarekat ini
lebih dikenal dengan sebutan Qawwali (dari kata arab qawwal yang berarti
“yang banyak berkata”). Ernst melaporkanbahwa biasanya penampilan Qawwali
merupakan ritual yang sangat terstruktur, yang dilaksanakan di ribath-ribath
sufi pada peringatan wafatnya para wali terkenal atau pada perayaan besar
hari keagamaan lain. Kamis sore biasanya adalah saat yang baik untuk
mengunjungi ribath-ribath Chisti jika para pengunjung ingin melihat penampilan
qawwali.
Sumbangan tasawuf bagi
peradaban islam yang tidak kalah penting adalah sumbangannya bagi perkembangan
psiklogi, yang dapat di sebut psikologi sufi atau psikologi spiritual. Tasawuf
dapat dipandanga sebagai penyucian jiwa atau hati untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan. Ini berarti bahwa tasawuf berkaitan langsung dengan jiwa atau hati.
Berbeda dengan psikologi pada umumnya, psikologi sufi berkaitan tidak hanya
dengan jiwa (nafs, psyche) atau persoalan-persoalan kejiwaan tetapi juga dengan
roh (ruh spirit) atau persoalan-persoalan kerohanian. Karena itu, lebih tepat jika psikologi sufi disebut
“psikologi spiritual” atau “spiritologi”. Ia lebih merupakan “spiritologi”,
atau “ruhologi”, ketimbang “psikologi”, atau “nafsiologi”.
Tasawuf memberikan sebuah pendekatan
yang benar-benar holistic terhadap psikologi spiritual yang membuat roh
menghindari bahaya-bahaya linear dan hirarkis yang banyak ditemukan dalam
banyak system spiritual, model-model yang telah banyak digunakan untuk
membenarkan penindasan terhadap para perempuan dan para minoritas. Didalam
tasawuf, secara mutlak tidak ada pembedaan-pembedaan spiritual antara para
laki-laki dan para perempuan, atau antara ras-ras atau kebangsaan-kebangsaan
yang berbeda.
Model psikologi sufi memadukan
aspek-aspek fisik, psikologis, dan spiritual. Aspek fisik kehidupan kita
ditopang oleh kearifan roh-roh mineral, nabati, hewani sejak dahulu kala.
Keberfungsian psikologis kita berakar pada roh personal, yang terletak pada
otak dan merupakan tempat kediaman egodan kecerdasan. Natur spiritual kita
adalah lompatan kualitatif melampaui natur-natur fisik dan psikis (yang
kedua-duanya berakar pada tubuh fisik dan eksistensi materi kita). Roh insani,
roh rahasia, dan roh rahasia dari rahasia terdapat dalam hati spiritual
nonmaterial. Roh insani adalah tempat kediaman kasih sayang dan kreativitas.
Roh rahasia adalah tempat zikir kepada Tuhan, dan roh rahasia dari rahasia
adalah yang tidak terbatas, percikan ilahi di dalam diri kita.
Semua guru sufi adalah psikiater
spiritual, dokter yang mengobati penyakit spiritual. apabila praktik tasawuf
adalah obat, maka guru sufi adalah dokternya. lalu, pasiennya siapa? Pasien
adalah para darwis yang melakukan praktik tasawuf di bawah bimbingan guru.
Sebenarnya siapu pun menderita penyakit spiritual sejauh ia tidak hidup sesuai
dengan potensial-potensialnya sebagai manusia. Sayangnya, kebanyakan orang
tidak sadar bahwa mereka menderita penyakit spiritual, dan, karena itu, mereka
merasa tidak membutuhkan obat untuk menyembuhkan mereka dari penyakit itu.
Manusia yang sehat secara spiritual adalah manusia yang selalu mengingat Tuhan
dalam semua keadaan, di mana saja dan kapan saja. Dengan kata lain, manusia
yang sehat secara spiritual adalah manusia yang hidup senantiasa dalam
kehadiran Tuhan. Akar penyakit spiritual adalah keterpisahan dari Tuhan yang
merupakan asal segala sesuatu.
Sumbangan lain tasawuf
yang sangat mengagumkan, jika bukan mengagetkan, bagi peradaban islam, adalah
sumbangannya untuk menjawab persoalan-persoalan yang terkait dengan sains
modern, khususnya fisika. Fritjof Capra, seorang ahli fisika yang telah
melakukan penelitian dalam fisika energi-tinggi di beberapa universitas Eropa
dan Amerika, melalui karyanya The Tao of Physics dapat membantu
kita menjelaskan kesamaan-kesamaan antara tasawuf dan fisika modern. karya
Fritjof Capra The Tao of Physics sering dijadikan rujukan dan sekaligus
contoh yang sangat bagus oleh para sarjana dan pemikir untuk menunjukkan
kesamaan-kesamaan antara sains modern dan mistisisme Timur, yang diwakili oleh
Hinduisme, Buddhisne, dan Taoisme. karya ini dapat mendorong dan membantu
pemikir-pemikir muslim untuk mencari kesamaan-kesamaan antara fisika modern dan
tasawuf karena kesamaan-kesamaan antara tasawuf dan mistisisme Timur. Karya
Toshihiko Izutsu Sufism and Taoisme adalah contoh yang sangat bagus dari
suatu kajian perbandingan yang menunjukkan kesamaan-kesamaan antara
konsep-konsep filosofis kunci dalam tasawuf yang diwakili oleh Ibn ‘Arabi, pada
satu pihak, dan konsep-konsep filosofis kunci dalam Taoisme yang diwakili oleh
Lao-tzu dan Chuang-tzu, pada pihak lain. Jika benar tasawuf dan Taoisme
memiliki kesamaan-kesamaan dalam konsep-konsep filosofis kunci, tasawuf dan fisika modern juga memiliki
kesamaan-kesamaan sebagaimana kesamaan-kesamaan yang dimiliki bersama oleh
fisika modern dan Taoisme.
Fritjof Capra
mengatakan bahwa para mistikus Timur mengungkapkan pengetahuan mereka dengan
kata-kata dengan bantuan mitos-mitos, simbol-simbol, gambaran-gambaran puitis
atau pernyataan-pernyatan paradoksikal, sedangkan para fisikawan modern
mengungkapkan pengetahuan mereka dengan model-model dan teoti-teori verbal.
model-model dan teori-teori verbal mesti tidak akurat. Model-model dan
teori-teori itu adalah imbangan mitos-mitos, simbol-simbol, gambaran-gambaran
puitis Timur. Baik para mistikus Timur maupun para fisikawan modern menyadari
benar keterbatasan bahasa dan berfikir “linear”. Pikiran mempunyai peranan yang
amat penting dalam mengonstruksi realitas. Capra mengatakan bahwa teori quantum
menunjukkan bahwa “struktur-struktur dan denomena-fenomena yang kita amati di
alam tidak lain daripada ciptaan pikiran kita yang mengukur dan
mengkategorisasikan”. Teori quantum menjelaskan bahwa fenomena-fenomena hanya
dapat dipahami sebagai hubungan-hubungan dalam suatu rantai proses, yang
berujung pada kesadran pengamat. Capra mengutip kata-kata Eugene Wigner,
“Tidaklah mungkin merumuskan hukum-hukum (teori quantum) dalam suatu cara yang
sepenuhnya konsisten tanpa merujuk pada kesadaran”.
Karakteristik
epistemologis fisika modern dan mistisisme Timur ini memiliki kesaman dengan
karakteristik epistemologis tasawuf bahwa apa yang diketahui diwarnai oleh
siapa yang mengetahui. Dengan mengutip kata-kata al-Junaid, seorang sufi besar
dari Baghdad, Ibn ‘Arabi berkata ; “warna air adalah warna bejana yang
ditempatinya” (Lawn al-ma’ lawn ‘ina’ihi).
menurut capra, karakteristik terpenting pandangan dunia timur adalah
kesadaran tentang kesatuan dan interrelasi timbale balik segala sesuatu dan
peristiwa, pengalaman akan semua fenomena di dunia sebagai
manifestasi-manifestasi dari suatu kesatuan dasar. segala sesuatu di lihat
sebagai bagian-bagian keseluruhan kosmik yang saling tergantung dan tidak dapat
di pisahkan, sebagai manifestasi-manifestasi dari realitas terakhir yang sama.
realitas terakhir ini, yang menampakkan dirinya dalam segala sesuatu, disebut
brahman dalam hinduisme dharmakaya dalam buddhisme, dan tao dalam taoisme.
capra memandang bahwa kesatuan dasar alam semesta bukan hanya karakteristik
sentral pengalaman mistis, tetapi juga adalah salah satu penyingkapan (rahasia)
terpenting fisika modern. kesatuan dasar itu menjadi jelas pada tingkat atomik
dan semaki memanifestasikan dirinya ketika seseorang masuk lebih dalam kedalam
materi, turun kedalam wilayah partikel-partikel subatomik. berbagai model
fisika subatomik mengungkapkan pengetahuan yang sama: bahwa unsur-unsur pokok
materi dan fenomena-fenomena dasar yang meliputi unsu-unsur pokok itu semuanya
saling terkait, dan tergantung; bahwa semuanya tidak bisa dipahami sebagi
entitas-entitasyang terpisah, tetapi sebagai bagian-bagian keseluruhan yang
terintegrasi.
Konsep kesatuan dasar
segala sesuatu dalam mistisisme Timur, pada intinya, sama dengan konsep
kesatuan wujud (wahdatul wujud) dalam tasawuf Ibn ‘Arabi dan mazhabnya.
Sebagaimana mistisisme timur, tasawuf mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun
dalam wujud kecuali Tuhan, hanya ada satu wujud hakiki, yaitu Tuhan. segala
sesuatu selain tuhan tidak ada pada dirinya sendiri; segala sesuatu itu hanya
ada sejauh memanifestasikan wujud Tuhan. Alam adalah lokus penampakan diri
tuhan. Kesamaan kesatuan dasar segala sesuatu dalam mistisisme Timur dan wahdatul
wujud dalam tasawuf dengan mudah dapat mendorong para pengkaji untuk
mengambil kesimpulan bahwa wahdatul wujud memiliki kesamaan dengan
kesatuan alam semesta sebagai penyingkapan fisika modern.
Para mistikus Timur
memiliki suatu pandangan dinamis tentang alam semesta yang serupa dengan
pandangan fisika modern, dan akibatnya tidak mengejutkan bahwa mereka juga
menggunakan gambaran tarian untuk memberitahukan intuisi mereka tentang alam.
Tarian kosmik ini disimbolkan dengan sangat indah dalam Hinduisme dengan tarian
Shiva. “Menurut kepercayaan Hindu, semua kehidupan adalah bagian dari suatu
proses ritmis besar dari penciptaan dan penghancuran, dari kematian dan
kelahiran kembali, dan tarian Shiva menyimbolka ritme kehidupan-kematian abadi
ini yang berlangsung dalam siklus yang tidak pernah berakhir.”
Teori para mistikus
Timur dan para fisikawan modern bahwa alam bergerak dan berubah terus
menerus,menjadi dan hancur berulang-ulang tanpa berhenti, serupa dengan teori
para sufi bahwa alam sebagai penampakan diri (tajalli) Tuhan diciptakan
terus-menerus. penciptaan alam, atau proses penciptaan alam, identik dengan tajalli.
karena tajalli terjadi secara terus-menerus tanpa awal dan tanpa akhir,
“yang selama lamanya ada dan akan selalu ada,” maka penciptaan alam juga
terjadi terus-menerus. Tuhan ber-tajalli dalam bentuk-bentuk yang tidak
terbatas jumlahnya. Bentuk-bentuk itu tidak ada yang sama dan tidak pernah dan
tidak akan terulang secara persis sama. Semuanya terjadi dalam perubahan terus
menerus tanpa berhenti. Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa apa yang terdapat dalam
alam berubah dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Alam temporal berubah
setiap kejap. Alam nafas berubah pada setiap nafas dan alam tajalli berubah
pada setiap tajalli, Allah Swt. berfirman:
Artinya
: “setiap waktu dia dalam kesibukan” [30]
Ibn ‘Arabi mengutip
kata-kata Abu Thalib dan Rijal allah : “sesungguhnya allah swt
selama-lamanya tidak melakukan tajalli dalam satu bentuk bagi dua
individu atau pribadi,dan tidak pula dalam satu bentuk dua kali.”
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT.Raja Grapindo
Persada
Mukhlis. 2008. Tasawuf yang Dipuja Tasawuf
yang Dikutuk. Yogyakarta: Genta Press
Muhamin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam:
Mengurangi Benang Kusut Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada
Ismail Thoib. 2009. Wacana Baru Pendidikan: Meretas
Filsafat Pendidikan Islam. Mataram:
Alam Tara Institute
Nur Uhbiyati. 1999. Ilmu Pendidikan Islam.
Bandung: CV. Pustaka Setia
Susanto. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam.
Jakarta: Amzah
Zuhairini Muchtarom, dkk. 2010. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara
[1] Muhamin.
Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurangi Benang Kusut Pendidikan
(Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006). hlm. 15
[2] Susanto.
Pemikiran Pendidikan Islam. (Jakarta: Amzah, 2009). hlm. 5
[4] Susanto.
Loc.cit.
[7] Ismail
Thoib. Wacana Baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam
(Mataram: Alam Tara Institute, 2009) hlm. 16
Langganan:
Postingan (Atom)